Puisi-Puisi Rifqi Septian Dewantara

Ingkar

Aku pernah percaya padamu, pada janji yang memejamnya dalam mata, pada tangan yang kau kapur dari cengkerama. Tapi bibirmu akrobatik, yang lihai menari di atas tali-temali kepercayaan. Dan aku—seperti penonton yang terlalu kagum melihatmu; melenggak-lenggok ke mana pun kau bergelantung. Sampai tibanya, kau lepas tanpa aba-aba. Memilih pergi, meski telapak kaki masih tertanam di tanah yang sama..

2025

Huruf Terakhir di Mulutku

Huruf itu antara a dan z; awal untuk sesuatu yang tak pernah selesai atau akhir yang tak kunjung tiba. Mungkin ia sebuah vokal yang menggantung, atau konsonan oktaf–yang patah di ujung lidah sampai ke kerongkongan. Sakaratul maut membayanginya di huruf terakhir itu, ia terus berputar seperti doa yang tergesa-resah, atau pesan bertuliskan: mengetik.. (tanpa-pernah-terkirim) ke mana pun, siapa pun..

2025

Episodik Kesunyian

Di meja kafe, orang-orang tenggelam dalam layar, mengunyah waktu, meneropong mata, membikin jeda, & menelantar sekitar; namun inilah kesunyianku—karakter sampingan yang menjadi latar panggung pembuangan. Tak perlu dipertanyakan kembali, orang-orang pasti membeli, menonton, bermain, bergurau dalam episode yang berulang-ulang—serial tanpa akhir ini nampak enggan menyelesaikan epilognya masing-masing.

2025

 

BIONARASI

Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur Mei 1998. Karya-karyanya pernah tersebar di beberapa media online dan majalah digital seperti Media Indonesia, BeritaSatu, Suara Merdeka, Borobudur Writers & Cultural Festival, Bali Politika, dll. Buku antologinya berjudul “LIKE”(Pustaka Ekspresi, 2024) sekaligus meraih penghargaan sastra Penyair Favorit Bali Politika 2024. Kini, bergiat dan berkarya di Kota Balikpapan. Bisa disapa melalui Instagram & Facebook: @rifqiseptiandewantara

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini