Oleh: Riri Satria
Komunitas pada umumnya tumbuh dari kesamaan-kesamaan dari para pendiri (founder) serta para anggotanya. Komunitas itu dapat berupa komunitas sosial kemanusiaan, kesukaan atau hobbi tertentu, sastra, kesenian, kebudayaan, dan sebagainya. Dengan demikian, banyak komunitas yang berjalan tidak dirancang sebagai sebuah organisasi yang tertata rapi, bahkan pada awalnya banyak yang berbentuk voluntary, yang ternyata berlanjut sampai berjalan dan organisasinya membesar.
Berbagai literatur menunjukkan bahwa komunitas adalah organisasi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, dan menjadi motor penggerak untuk pembangunan masyarakat itu sendiri (community development) melalui pemberdayaan (empowerment) masyarakat yang terlibat dalam komunitas tersebut. Dengan demikian komunitas memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa yang dilakukan secara grassroot atau bersentuhan langsung dengan masyarakat itu sendiri. Komunitas dibangun oleh masyarakat, digerakkan oleh masyarakat, serta untuk masyarakat itu sendiri.
Namun di samping itu, ada juga komunitas yang tujuannya menyalurkan kesamaan hobbi, ini tentu tidak terkait langsung dengan pemberdayaan masyarakat, misalnya komunitas penggemar motor besar. Walaupun demikian, tetap ada proses pemberdayaan yang dilakukan terhadap anggotanya.
Bagi yang paham dengan menajemen organisasi, pasti tahu bahwa isu yang paling utama adalah governance atau tata kelola. Organisasi kalau mau maju dan berkembang mencapai visi dan misinya, maka tata kelola harus menjadi perhatian utama. Banyak yang mengatakan bahwa ketersediaan uang itu penting. Benar sekali! Namun tata kelola yang baik jauh lebih penting. Sebuah organisasi yang memiliki uang yang banyak, namun lemah dalam tata kelola, bisa saja salah urus, termasuk salah urus keuangan, dan akhirnya uang itu tidak jelas ke mana perginya bahkan bisa jadi hilang tak tentu rimbanya, dan programnya tidak berjalan dengan baik. Akhirnya uang habis, program berantakan.
Namun dengan tata kelola yang baik, kekurangan atau malahan ketiadaan uang bisa ditutupi dengan berbagai pola kerjasama dengan pihak lain. Tanpa tata kelola yang baik, jangan berharap akan banyak pihak mau menjadi sponsor, donatur, atau kerjasama lainnya. Tata kelola yang baik akan menumbuhkan rasa percaya atau trust. Demikian pula dengan komunitas sastra, seni budaya, sosial kemanusiaan, dan sebagainya. Tata kelola atau governance itu sangat penting.
Apakah itu tata kelola? Dari berbagai literatur saya menyimpulkan bahwa tata kelola adalah kebijakan, aturan, prinsip-prinsip, proses, pengorganisasian, pembagian kewenangan dan tugas, yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengendalian suatu organisasi. Tata kelola mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan organisasi.Ā Tata kelola memiliki banyak aspek, namun yang paling penting adalah akuntabilitas dalam menjalankan organisasi dan kredibilitas mereka yang diberikan mandat untuk menjalankan organisasi tersebut. Akuntabilitas berarti apa yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta berada dalam koridor aturan yang diberlakukan. Sementara itu kredibilitas terkait dengan mereka yang diberikan mandat untuk menjalankan organisasi, apakah dapat dipercaya atau amanah, memiliki integritas untuk senantiasa menjalankan organisasi untuk kepentingan bersama sesuai visi dan misi serta prinsip-prinsip yang dianut.
Siklus manajemen yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (executing), serta pengawasan atau pengendalian (controlling) juga merupakan komponen penting dalam tata kelola. Ini terkait dengan menjalankan organisasi dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Ketika masih pada fase pembentukan awal mungkin proses ini dikerjakan secara serabutan, namun seiring dengan perkembangan organisasi, siklus manajemen ini harus dijalankan dengan baik.
Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya adalah komunitas harus menjadi learning organization atau organisasi pembelajar. Komunitas pada umumnya tumbuh secara voluntary, maka dalam perkembangannya komunitas akan belajar dari kejadian-kejadian yang dialami. Pengalaman dalam keseharian organisasi akan menjadi masukan unyuk proses belajar para pengurus dan anggotanya untuk membawa organisasi menjadi lebih baik lagi ke depannya. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, dan ini sangat terasa dalam tata kelola maupun manajemen sehari-hari organisasi komunitas.
Banyak komunitas yang akhirnya membentuk badan usaha untuk kegiatan komersial. Ini tentu sah-sah saja. Komunitas sastra mendirikan perusahaan penerbitan. Komunitaa hobbi tertentu mendirikan took untuk menjual merchandise. Itu semua sah-sah saja. Namun satu hal yang harus diingat, yaitu memisahkan entitas komunitas dan entitas bisnis. Ini termasuk ke dalam aspek tata kelola, yaitu mana yang berupa aktivitas komunitas serta mana yang aktivitas bisnis. Ini bagian dari prinsip akuntabilitas.
Khusus terkait dengan komunitas sastra, menurut saya ada beberapa tambahan penting. Menurut saya komunitas sastra didirikan harus bertujuan menjadi rumah belajar bagi anggotanya. Proses belajar ini bisa yang terstruktur melalui pelatihan, diskusi, mentoring, dan sebagainya, serta tidak terstruktur melalui obrolan-obrolan santai namun menambah wawasan dan pengetahuan. Indikator sukses dari komunitas sastra adalah sejauh mana anggotanya dalam membuat karya sastra yang berkualitas, dipublikasikan dalam wujud buku maupun secara elektronik di media daring. Kata kuncinya adalah kualitas. Dengan demikian, proses quality assurance dalam komunitas sastra itu sangat penting, dan itu juga bagian dari proses pembelajaran sesuai prinsip learning organization.
Faktor penggerak dalam komunitas sastra itu setidaknya ada tiga pihak, yaitu (1) penulis yang berpengalaman, (2) ahli atau expert, serta (3) manajemen. Penulis yang berpengalaman memberikan bimbingan dalam teknis kepenulisan, membagi pengalaman, memberikan inspirasi, dan biasanya langsung terkait kepada hal-hal konkrit dalam kepenulisan, termasuk isu-isu aktual di masyarakat. Dua pihak pertama ini akan menjadi quality assurance gurdian dalam komunitas sastra sehingga dapat menghasilkan karya-karya yang berkualitas. Sementara itu ahli atau expert adakah akademisi yang memberikan masukan, bimbingan, serta inspirasi dalam aspek akademik, misalnya berbagai teori sastra, atau hal-hal lain terkait sastra. Sedangkan manajemen adalah pihak yang diberikan mandat untuk menjalankan organisasi dengan baik dan benar sesuai dengan prinsip tata kelola. Tentu saja yang diberikan mandat untuk manajemen organisasi ini adalah mereka yang memiliki kemampuan manajerial yang baik serta tentu saja memiliki pemahaman yang cukup baik terhadap dunia sastra.
Bayangkan, betapa hebatnya sebuah komunitas sastra jika di dalamnya ada penulis berpengalaman yang memberikan bimbingan, ada ahli atau expert yang jago dari sisi teori dan akademik, serta organisasi dikelola oleh mereka yang memiliki kemampuan manajerial yang baik pula. Ini akan menjadi sebuah sinergi untuk perkembangan perjalanan sebuah komunitas sastra.
Berikut ini adalah 10 prinsip Tata Kelola Komunitas Sastra menurut saya:
Prinsip 1: Komunitas Sastra harus mampu menjadi rumah belajar, bukan sekadar rumah ngumpul atau seremonial. Ada proses pengembangan kompetensi yang berjalan dalam komunitas, maka barulah komunitas tersebut memiliki makna bagi anggotanya dan pemangku kepentingan atau stakeholders lainnya.
Prinsip 2: Komunitas Sastra harus dikelola secara akuntabel yang berarti pengelolaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta berada dalam koridor aturan atau kesepakatan yang diberlakukan, terutama aspek keuangan.
Prinsip 3: Komunitas Sastra harus dikelola secara kredibel, yaitu mereka yang diberikan mandat untuk menjalankan organisasi harus dapat dipercaya atau amanah, memiliki integritas untuk senantiasa menjalankan organisasi untuk kepentingan bersama sesuai visi dan misi serta prinsip-prinsip yang dianut.
Prinsip 4: Komunitas Sastra harus menjalankan siklus manajemen yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (executing), serta pengawasan atau pengendalian (controlling). Pengelolaan tidak boleh dilakukan secara serabutan atau tanpa aturan, karena akan menimbulkan kekacauan dalam organisasi.
Prinsip 5: Komunitas Sastra harus menjadi learning organization atau organisasi pembelajar. Komunitas pada umumnya tumbuh secara voluntary, maka dalam perkembangannya komunitas akan belajar dari kejadian-kejadian yang dialami. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, dan ini sangat terasa dalam tata kelola maupun manajemen sehari-hari organisasi komunitas.
Prinsip 6: Komunitas Sastra haruss memisahkan entitas komunitas kesehariannya dengan entitas bisnis, atau harus dipisahkan mana yang berupa aktivitas komunitas serta mana yang aktivitas bisnis.
Prinsip 7: Indikator sukses dari Komunitas Sastra adalah sejauh mana anggotanya dalam membuat karya sastra yang berkualitas, dipublikasikan dalam wujud buku maupun secara elektronik di media daring. Kata kuncinya adalah kualitas.
Prinsip 8: Faktor penggerak dalam Komunitas Sastra itu setidaknya ada tiga pihak, yaitu (1) penulis yang berpengalaman untuk membimbing yang lebih muda atau pemula, (2) ahli atau expert yang memberikan masukan dari sisi akademik atau kritik untuk menaga kualitas, serta (3) manajemen untuk menjalankan organisasi dengan baik dan benar.
Prinsip 9: Kebersamaan, urun rembuk sangat peenting dalam membahas berbagai isu penting, namun pada akhirnya keputusan ada di tangan Ketua Komunitas setelah mendengarkan masukan dari berbagai pihak.
Prinsip 10: Selalu mengikuti perkembangan teknologi terkini, supaya dunia sastra tidak terasing dari teknologi, seperti teknologi digital, kecerdasan buatan, metaverse, dan sebagainya. Apalagi semua teknologi tersebut sudah mempengaruhi dunia sastra secara signifikan.
***
Versi pertama disampaikan dalam peringatan HUT Jagat Sastra Milenia atau JSM ke-2 di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Raman Ismail Marzuki, Jakarta, 10 Oktober 2022. Versi kedua yang merupakan edisi revisi dibuat tahun 2023 dan isampaikan dalam diskusi mengenai Komunitas Sastra pada acara Panggung Sastra Bersama Akhir Tahun 2023 yang diselenggarakan oleh Sastra ReboanĀ berkolaborasi dengan Jagat Sastra Milenia, Taman Inspirasi Sastra Indonesia serta Komunitas Literasi Betawi di Selasar GF Gedung Ali Sadikin Taman Ismail Marzuki Jakarta, 13 Desember 2023)