PojokTIM – Kegigihan Habib Zarbaliyev mempelajari bahasa dan sastra Indonesia layak mandapat apresiasi. Dosen Bahasa Indonesia di Universitas Bahasa Asing Azerbaijan itu bahkan telah mendirikan Jurusan Studi Indonesia sejak tahun 2007.

Kecintaan Habib pada Indonesia telah dimulai sejak kuliah di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Saint-Petersburq, Rusia. Setelah lulus pada 1981, menjadi dosen Bahasa Indonesia di Azerbayjan University of Languages.

“Minat terhadap Indonesia di Azerbaijan cukup tinggi. Mereka mempelajari sejarah, ekonomi, bahasa, kebudayaan hingga politik Indonesia,” ujar Habib Zarbaliyev saat berbicara pada acara diskusi yang digelar Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di aula Pusat Dokumen Sastra HB Jassin, Rabu (19/3/2025).

Khusus untuk mata kuliah sastra Indonesia, menurut Habib, materi pembelajaran mencakup 4 periode dari sastra klasik hingga modern, termasuk periode sastra Islam dan kolonial. Sementara untuk sastra daerah, ada sastra Jawa, Minangkabau, Lombok, Madura, Sunda, Batak hingga Aceh.

“Sastra Indonesia modern dapat dibagi menjadi beberapa periode yakni periode Balai Pustaka, periode sebelum jurnal Pujangga Baru,  periode jurnal Pujangga Baru, periode pendudukan Jepang, periode Angkatan 45 dan periode sesudah Gestapu,” urai Habib yang mengaku belajar pengucapan Bahasa Indonesia dari rekaman suara Pramudya Ananta Toer yang ada di Universitas Saint-Petersburq.

Sementara Ketua Komite Sastra DKJ Fadjriah Nurdiasih mengatakan diskusi sastra dengan menghadirkan pembicara dari Azerbaijan adalah sebagai salah satu upaya untuk mengenalkan sastra Indonesia di fora dunia dan sebaliknya.

Hal senada disampaikan pengamat sekaligus kritikus sastra Maman S Mahayana. Menurut mantan dosen FIB Universitas Indonesia itu, sastra Indonesia sejatinya telah dikenal oleh masyaraklat dunia.

“Tidak hanya oleh pengguna 3 bahasa utama dunia, Inggris, Perancis dan jerman, namun juga bahasa Azerbaijan, Korea dan lain-lain. Penerjemahan karya sastra Indonesia ke dalam bahasa asing, mestinya terus digalakkan. Keberhasilan Han Kang meraih Nobel Sastra 2024 tidak datang begitu saja. Tidak semata-mata karena kualitas karyanya, namun ada upaya dari pemerintah Korea dalam mengenalkan sastra dan budayanya secara masif  di tingkat internasional,” ujar Maman.

Acara diskusi yang juga dihadiri anggota Komite Simpul Seni DKJ Imam Ma’arif, mantan Kepala Dinas Perpusataan dan Kearsipan Jakarta Firmansyah, juga diisi dengan pembacaan puisi dalam bahasa Indonesia dan juga bahasa Azerbaijan.

 

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini