Catatan Nanang R Supriyatin

CINTA DALAM DIAM

Rindu adalah bahasa kalbu
tatkala raga tersekat waktu
hasrat temu saling memacu
anganku pun seorang pilu

Waktu bergulir hari berlalu
sewindu sudah cinta bertalu
telah aku semai cinta di hatimu
menanti saatnya berbuah rindu

Sekian lama kita terpisah
selama itu pula aku pasrah
hanya bisa menatapmu dalam diam
lewat bingkai fotomu saat kugenggam

Pagi berlalu berganti siang
aku diam seribu riang
menghitung cinta tak berkesudahan
sang durja melamar angan

Bengkulu, 10 Agustus 2021
(Dari buku “Kidung Hati Amreta”, hal. 19)

Nama Merawati May, saya kenal ketika berlangsung pertemuan Sastra Bulan Desember 2021 di Yogyakarta yang diinisiasi Penyair Bambang Widiatmoko. May (panggilan akrab Merawati May), cenderung pendiam saat bercakap dengan beberapa penulis. May akan berbicara saat ada momentum yang pas, sebagaimana layaknya wanita berkeluh kesah. Namun, ada saatnya May bicara tegas, jelas serta transparan saat ia di wawancara stasiun televisi lokal yang disiarkan langsung. Dari pertemuan yang singkat saat bersapa di sebuah pendopo, saya menyebutnya sebagai wanita rendah hati (humble).

Selepas event sastra di Yogyakarta, kami terkadang berkomunikasi melalui whatsapp; berbincang seputar Sastra, Penerbitan Buku, Pekerjaan, Cuaca hingga menyinggung Kopi 1001 khas Bengkulu. Dari intensnya kami berkomunikasi, May merekomendasikan penulis untuk menyampaikan sepatah dua kata melalui Endors di buku puisinya kemudian.

Membaca puisi-puisi May dalam “Kidung Hati Amreta”, terkesan puisi lahir dari catatan-catatan keseharian dengan senandung kebahagiaan serta renungan kesedihan. Sudah menjadi rahasia umum kalau wanita memiliki jiwa yang halus. Tulus dan ikhlas. Dari ketulusan dan keikhlasan dimaksud, maka lahir diksi-diksi dan metafora romantis(me) yang menyentuh batin.

Romantisme merupakan aliran dalam sastra yang menekankan pada ungkapan perasaan sebagai dasar perwujudannya. Aliran Romantisme ini lahir dan berkembang pada abad ke-18 di Eropa sebagai gerakan menentang klasikisme, yaitu aliran yang mengutamakan keteraturan dalam berpikir, bersikap, dan bersifat konvensional. Romantisme memiliki pengertian emosional yang kuat dari energi estetika. Dinamis dan penuh keceriaan. Meskipun ada latar kesedihan di dalamnya, sebagaimana puisi “Cinta Dalam Diam” di atas.

Bagi May, puisi ialah ungkapan kata-kata dengan bahasa keseharian yang sederhana, transparan, dan polos (Diafan). Salah satu keunggulan seorang wanita yang menyair adalah mampu mengekspresikan serta mengeksploitasikan pengalaman hidupnya ke dalam puisi.

Diksi dan metafora akan hadir mengiringi perasaan-perasaannya yang halus, lembut dan sedikit pasrah. Pengalaman keseharian; terutama saat beradaptasi dengan lingkungan keluarga , lingkungan kerja serta lingkungan pergaulan merupakan rekaman yang tersimpan rapih dan kemudian di tataulang menjadi sebuah puisi.

Untuk memahami puisi-puisi May, pembaca tak perlu mengerutkan kening apalagi berimajinasi, oleh karena bahasanya terang benderang. Pada puisi berjudul “Perbedaan” (bait 1), penulis seperti membaca episode awal sebuah novel remaja. “Jauh di dalam hatiku/ aku sangat menginginkanmu/ karena kau mampu membuat semangatku kembali/ setelah sekian lama meredup/ badai cinta meluluhlantakan hatiku/ sehingga tak lagi aku meyakini cinta itu ada.” Atau, penulis seperti dibuai buku harian. “Aku mengerti saat ini hatimu gundah gulana/ tenggelam dalam keresahan tiada henti/ cinta yang diharapkan membuka luka/ seperti belati menghunjam dada ini.” (Cinta Selalu Ada, bait 1).

Kumpulan puisi “Kidung Hati Amreta” ini banyak mengungkapkan tentang cinta (universal), pertemanan, persaudaraan, perjalanan, masa depan dan tentunya tentang Tuhan. Seolah penyairnya tak ingin melepaskan momen-momen saat sedang menyendiri, mendengar percakapan, merasakan suara hujan, bahkan saat khusyuk menghadapNya. Buku yang dieditori Romy Sastra ini kelak bakal menginspirasi pembaca yang ingin mengetahui bentuk puisi dengan bahasa yang segar. Desain covernya sederhana, kalau boleh dibilang ‘Redup/ Tak Menggiurkan’. Tulisan miring di setiap judul puisi memberi kesan kurang enak di pandang mata.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini