Puisi – Puisi Ratman Aspari
DOSA PARA PENDUSTA
menjerit, melolong kesakitan,
saat malaikat, menimpakan palu-palu siksaanya,
tubuhnya hancur berkeping-keping,
kembali utuh, dan ditimpanya lagi, begitu seterusnya.
saat mereka disiksa, mereka berucap,
sesungguhnya kami orang-orang yang zalim
ingin kembali ke alam dunia dan bertobat
namun apa daya, penyesalan tak ada guna
do’a – do’a para pendusta, sebatas penyesalan yang tiada tara,
mereka tak pernah mendengar para penyeru, ke jalan kebenaran,
telinganya tersumbat, tak mau mendengar,
sementara matanya tertutup penghalang, enggan melihat kebenaran
mulutnya berkata kotor, tak karuan
tangan dan kakinya ia gunakan untuk kemaksiatan semata
hari dimana pengadilan yang benar-benar adil diperlihatkan,
semuanya akan bersaksi dihadapan Sang Khaliq.
tak ada lagi yang bisa disembunyikan,
tak ada tipu daya dari pengadilan yang seadil-adilnya,
catatan dan kitab-kitab perbuatan mereka diperlihatkan,
timbangan amal kebajikan disebelah kanan, begitu juga sebaliknya
para pendusta diseret, di ceburkan ke bara api yang menyala-nyala,
jerit tangisanya melolong, memekik, ke seantero dinding neraka.
tak ada yang bisa menolong, tak ada yang peduli.
seseorang harus bertanggung jawab atas perbuatan dirinya.
Kalisari, 20 Agustus 2024
AKHIR ZAMAN
hari ini aku mendengar dan menyaksikan,
orang-orang tak berdaya dibombardir,
rumah-rumah mereka dirobohkan,
luluhlantah, rata dengan tanah,
anak-anak palestina, berlarian menyelamatkan diri,
orang tua mereka tak berdaya menolongnya,
tak ada makanan, tak ada air minum,
apalagi obat-obatan,
yang ada, hanya doa dan takbir,
tak henti-hentinya bibir mereka terus bedoa,
melantunkan ayat-ayat-Nya.
memohon pertolongan, Sang Maha Perkasa, semata.
ditengah himpitan tragis, serba kekurangan,
anak-anak pilihan itu tetap bertahan, tak tergoyahkan,
tekadnya satu, mempertahankan tanah air, menjaga masjidil aqso.
sampai titik darah penghabisan.
kini mata dunia semakin terbuka,
simpati kepada mereka semua,
kaum zionis tak berperikemanusiaan, kewalahan,
tak segampang yang mereka bayangkan,
hari ini aku menyaksikan,
bendera palestina, dikibarkan dimana mana,
dari ujung barat, sampai ujung timur dunia,
dari rakyat jelata, kaum intelektual sampai para pejabat negara,
akhir zaman yang mengerikan,
seandainya palestina sudah merdeka,
kaum zionis runtuh, berantakan,
apakah perang itu akan berakhir,
aku bertanya kepada diriku sendiri,
polah tingkah dan keserakahan manusia,
tak akan ada habisnya, akan tetap ada,
sampai mereka, terbenam dalam tanah, dan mati.
Kalisari, 20 Agustus 2024
LELAKI KEKAR PENGGALI PARIT.
lelaki dengan tubuh kekar,
duduk terpekur, bersandar tiang beton jalan tol nan kokoh,
memperhatikan setiap mereka yang lewat di depannya,
sebatang cangkul dan pengki setia menemaninya,
lelaki kekar, penggali parit,
sudah hampir seminggu ini tak ada proyek, dimasa sulit
sisa rokoknya tinggal setengah batang,
sementara kopi hitam yang setia menemaninya, tak kunjung datang,
lelaki itu menerawang, jauh ke angkasa,
ia, melihat anak dan istrinya di kampung halamanya sana,
sedang menunggu dirinya, untuk membawa bendara merah putih,
untuk sekedar ditanjapkan didepan rumahnya,
rumah-rumah warga kampung, semarak dengan merah putih,
namun, apa daya lelaki itu belum ada kerjaan satu minggu ini,
tak ada mandor yang datang menyuruhnya, tak ada pemasukan,
tak bisa dirinya membelikan bendara untuk istri dan anaknya,
lelaki kekar, penggali parit,
berjuang di kota metropolitan, berbekal cangkul dan pengki,
karena itulah keahlianya, tak peduli zaman sudah digitalisasi,
setiap hari setia menunggu, bersandar di tiang beton, jalan tol.
orang-orang tak ada yang peduli,
bahkan perangkat setempat, acuh tak acuh,
mereka menganggap, lelaki kekar penggali parit itu warga liar,
karena katepe mereka bukan katepe metropolitan,
sehingga tak berhak mendapat bansos, apalagi asuransi kesehatan,
lelaki kekar, penggali parit, tertunduk lesu,
derai air matanya menetes tak dihiruakan,
saat terdengar azan dhuhur, ia bangkit menuju ke masjid.
berdoa, memohon kepada-Nya,
seperi inikah kemerdekaan yang Engkau anugerahkan kepada negeri kami,
negeri kami semakin maju, semakim modern,
tetapi bukan kami yang menikmatinya, Ya Rob.
Kalisari, 20 Agustus 2024
BIONARASI:
Ratman Aspari, merupakan nama pena, saat ini aktif sebagai jurnalis, penulis dan penggiat kemanusiaan. Beberapa karyanya berupa antologi puisi, telah diterbitkan bersama Komunitas Sastra Alinea Baru dan penerbit lainya. Cerpenya yang berjudul ‘Mata Air Ciliwung’ di terbitkan oleh Aksara Cendekia Publisher (ASCA) dalam Kumpulan Cerita Pendek bersama Penulis Nusantara (2021), serta beberapa cerpennya juga dimuat di media online nasional.
Pria kelahiran Gombong, Kebumen, Jawa Tengah ini juga masih aktif dalam berorganisasi, sebagai pengurus Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI), serta Pendiri Rumah Baca Asah Asih Asuh. Saat ini tinggal, di daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Untuk berkomunikasi, bisa lewat, e-mail : w.suratman@yahoo.co.id, HP.0852 1708 4656, dan media social yang di kelolanya : IG : @wsuratman , twitter (X) ; @wsuratman dan FB : Mas Ratman.