Cak Lontong membaca puisi karya Yudhistira AMN Massardi di PDS HB Jassin. Foto: Guntoro Sulung
PojokTIM – Apa jadinya jika pelawak disuruh baca puisi? Cak Lontong pun menyadari hal itu sehingga ketika diminta membaca puisi, pelawak yang dikenal dengan surveinya, meminta agar audiens tidak terlalu berharap bisa terhibur.
“Pelawak kok disuruh baca puisi. Jadi jangan berekspektasi terlalu banyak. Apa (lembar) puisinya kita fotocopy saja lalu dibagikan?”ujar Cak Lontong disambut tawa meriah penonton yang memenuhi aula PDS HB Jassin, Lt 4 Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Sabtu (3/5/2025).
Cak Lontong sempat mengatakan, sebenarnya jadwalnya bentrok. Namun karena yang menelpon Renny Jayoesman, dirinya terpaksa datang. “Bentrok dengan istri saya,” lanjut Cak Lontong dengan mimik serius seringga kembali memancing tawa penonton. Namun setelah Cak Lontong selesai membaca sajak Asbak di Meja karya Yudhistira AMN Massardi, penonton banyak yang memberikan pujian.
Kehadiran Cak Lontong, yang kini menjabat sebagai Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol, pada acara bedah buku biografi Yudhistira berjudul “Mengunci Ingatan” yang dirangkai dengan pembacaan dan musikalisasi puisi, memang cukup menarik perhatian. Banyak yang hadir karena melihat nama-nama pembaca puisi yang sudah tenar di jalur lain seperti Yuni Shara, Kunto Aji, Ratih Sanggarwati, termasuk putra Yudhistira yakni Iga Massardi.
Acara yang juga menghadirkan tersebut merupakan rangkaian kegiatan untuk mengenang 1 tahun wafatnya sastrawan Yudhistira AMN Massardi. Pembukaan kegiatan digelar di galeri PDS HB Jassin, Lt III Gedung Ali Sadikin, TIM, pada 17 April 2025, dilanjutkan dengan pameran karya dan koleksi Yudhis yang sebelumnya telah diserahkan oleh keluarganya kepada PDS HB Jassin.
Diskusi buku biografi Yudhistira AMN Massardi.di PDS HB Jassin. Foto: PojokTIM
Bersaing Sejak Kecil
Dalam sesi diskusi, Noorca M Massardi banyak mengupas sisi persaingannya dengan sang adik yang lahir beda 5 menit.
“Sejak dalam kandungan, kami sudah bersaing untuk melihat dunia duluan. Tapi saya yang menang, 5 menit kemudian dia baru menyusul,” ujar Noorca yang tidak pernah menganggap adiknya telah wafat karena masih merasakan kedekatannya.
Noorca menceritakan bagaimana awal mereka sama-sama menjadi penulis, dan wartawan. “Di bengkel sepeda ayah saya, ada orang yang nitip jualan koran. Makanya sejak kecil saya dan Yudhis sudah terbiasa membaca koran yang dititpkan sebelum dibeli orang,” cerita Noorca yang lahir pada 28 Februari 1954 di Subang, Jawa Barat.
Noorca dan Yudhis juga sering nongkrong di taman bacaan di sebelah bengkel sepeda ayahnya. Selain komik, mereka juga melahap buku-buku spionase, dan novel-novel klasik. “Jadi sejak kecil, saya dan Yudhis memang sudah suka membaca,” jelas Noorca.
Ada satu momen yang membuat Yudhis marah karena disuruh tinggal kelas. “Saat Kelas III SD, kepala sekolah tidak ingin kami satu kelas karena gurunya sulit membedakan antara saya dengan Yudhis. Akhirnya Yudhis, sebagai adik, yang disuruh tinggal kelas. Tentu saja dia marah besar. Kalau kejadiannya sekarang, mungkin sudah viral,” kata Noorca disambut tawa audiens. Seperti diketahui, Noorca dan Yudhis merupakan kembar identik sehingga secara fisik nyaris tidak ada bedanya.
Meski persaingan untuk menjadi yang terbaik tak pernah selesai, termasuk ketika Yudhis sekolah di Yogyakarta sementara Noorca di Sumedang, ada momen ketika Noorca mengalah.
“Saat kerja di Majalah Tempo, saya tugas belajar ke Eropa. Ketika pulang, ternyata Yudhis sudah diterima kerja. Karena tidak enak kerja di satu instansi yang sama, saya memilih keluar dan akhirnya bergabung dengan Kompas,” kisah Noorca.